Yuk Tandatangi Petisi Selamatkan Nurhayati, Pelapor Korupsi Malah Jadi Tersangka
Kami tidak bisa mengintervensi kepada penyidik, yang bisa menetapkan tersangka, kan, penyidik
Petisi Berikan keadilan buat Bu Nurhayati dari Mundu, Cirebon, Indonesia keluar.
Nurhayati adalah warga Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
Ia langsung menjadi tersangka, padahal ia yang melaporkan kasus korupsi.
Polisi mengaku punya alasan kuat menetapkan Nurhayati sebagai tersangka korupsi.
Meski demikian netizen menyayangkan sikap polisi yang langsung menetapkan sebagai tersangka korupsi.
Sikap polisi akan menjadi presede ketakutan orang melaporkan kasus korupsi ke depannya.
Petisi itu tampaknya kurang memperoleh respon
Diduga salah satunya karena petisi hanya membuat pengantar pendek.
“Ibu Nurhayati mendapat ketidakadilan hukum dimana dia menjadi tersangka korupsi, dia hanya pelapor kasus korupsi.”
Dalam perkembangan Kapolres dan Kejari sama-sama lempar tanggung jawab soal penetapan tersangka Nurhayati.
Dengan demikian petisi Nurhayati butuh keadilan juga memerlukan dukungan.
Karena itu tandatangani petisi kasus Nurhayati di Cirebon di sini Nurhayati mendapat ketidakadilan #SelamatkanNurhayati
Bagaimana sebenarnya?
Nurhayati merupakan Bendahara Desa Citemu yang sebelumnya melaporkan dugaan tindak korupsi atasannya sendiri, yakni Kepala Desa Citemu berinisial S.
Kasus Nurhayati menjadi viral setelah ia mengungkapkan kekecewaannya melalui video.
Ia mencurahkan isi hatinya melalui video berdurasi 2 menit 51 detik.
Dalam video itu, Nurhayati mengaku telah meluangkan waktunya selama dua tahun untuk membantu penyidik memeriksa dugaan kasus korupsi tersebut.
Namun, ia justru kecewa lantaran ditetapkan menjadi tersangka.
“Saya pribadi yang tidak mengerti hukum merasa janggal, karena saya sendiri sebagai pelapor (jadi tersangka),” ujar Nurhayati, dalam video tersebut.
Nurhayati juga mengaku siap disumpah untuk membuktikan tidak menikmati uang hasil dugaan korupsi tersebut.
“Apakah hanya karena petunjuk Kejari saya harus dijadikan tersangka untuk mendorong proses P21 kuwu tersebut.”
“Di mana letak perlindungan untuk saya sebagai pelapor dan saksi,” ujar Nurhayati.
Kasus bermula saat Nurhayati melaporkan Kades Citemu berinisal S ke Polres Cirebon.
Hal itu lantaran sang Kades diduga menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi.
Proses penyelidikan pun dimulai.
Oleh Polres Cirebon, berkas dinyatakan lengkap.
Kepala Desa S ditetapkan tersangka dan berkas diserahkan ke Kejari Cirebon untuk segera diadili.
Namun, belakangan, Kejari Cirebon mengembalikan berkas tersebut dan meminta penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota untuk melengkapi berkas.
“Penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota melengkapi berkas tersebut sesuai petunjuk dari JPU,” ujar Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar dalam keterangan persnya, Sabtu (19/2/2022).
Pihaknya mengakui Nurhayati telah ditetapkan sebagai tersangka meski belum terbukti apakah turut menikmati uang hasil korupsi tersebut.
Namun Nurhayati telah 16 kali menyerahkan anggaran yang seharusnya diserahkan ke kaur atau Kasi Pelaksana Kegiatan, S, dan mengakibatkan kerugian negara Rp 818 juta.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon, Jawa Barat, Hutamrin menyebut pihaknya tak punya kewenangan dalam menjerat seseorang sebagai tersangka.
Pernyataan itu dia sampaikan menanggapi soal Nurhayati, pelapor dugaan korupsi kepala desa di Cirebon yang dijadikan tersangka oleh penyidik Polres Kota Cirebon.
“Kami tidak bisa mengintervensi kepada penyidik, yang bisa menetapkan tersangka, kan, penyidik, berdasarkan dua alat bukti,” ujar Hutamrin kepada Liputan6.com, Sabtu (19/2/2022).
Mulanya tim penyidik Polres Kota Cirebon melimpahkan perkara dugaan korupsi dengan tersangka Saripudin, selaku kepala desa di Cirebon.
Setelah menerima pelimpahan tersebut, tim jaksa penuntut umum pada Kejari Cirebon mengecek kelengkapan berkas tersebut dengan menggelar ekspose dan koordinasi dengan pihak penyidik.
Dalam ekspose ditemukan bahwa dugaan korupsi tersebut merugikan keuangan daerah sebesar Rp 818 juta.
“Selanjutnya pihak penyidik melakukan ekspose atau pun koordinasi dengan jaksa peneliti. Koordinasi tersebut dituangkan dalam berita acara koordinasi, di mana salah satu poinnya, kesimpulan dari pada ekspose tersebut tertulis yang ditandatangani oleh pihak penyidik dan jaksa peneliti yang menyatakan agar penyidik melakukan pendalaman terhadap saksi Nurhayati,” kata Tamrin.
Tamrin memastikan, dalam koordinasi pihaknya menyarankan agar penyidik memeriksa Nurhayati lebih dalam.
Menurut Tamrin, pihaknya tidak meminta agar Nurhayati dijadikan tersangka.
Penetapan tersangka terhadap Nurhayati murni kewenangan penyidik Polres Cirebon.
“Tidak ada yang mengatakan bahwa penyidik harus menetapkan saksi Nurhayati, enggak ada. Yang ada melakukan pendalaman terhadap Nurhayati,” kata dia.
Tamrin menyebut pihaknya mengetahui Nurhayati menjadi tersangka usai penyidik mengirimkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) atas nama Nurhayati.
Kemudian perkara atas nama Nurhayati dan Supriyadi selaku kepala desa di Cirebon dilimpahkan kepada Kejari Cirebon.
“Setelah dari pemeriksaan tersebut, berdasarkan keterangan saksi, kita menyatakan kelengkapan formil dan meteril untuk dua perkara tersebut telah lengkap. Jadi kami tidak punya kewenangan kepada penyidik, itu kan kewenangan penyidik,” kata dia.