Kaimuddin Antar Bukalapak Melantai di Bursa
Unicorn Teknologi Pertama Melantai di Bursa Indonesia
BUKALAPAK akan menjadi unicorn teknologi pertama di Indonesia yang melantai di bursa sahamnya, meski profitabilitas masih belum terlihat.
Laporan dari Forbes.Com menyebutkan bahwa upaya melantai Bukalapak tidak terlepas dari peran promosi Rachmat Kaimuddin menjadi CEO perusahaan e-commerce Bukalapak awal 2021.
Tahun lalu, ia mengejutkan banyak orang, termasuk dirinya sendiri. Pemegang saham Bukalapak melihatnya sebagai orang yang tepat untuk menghentikan tinta merah perusahaan sekaligus mengembalikan perusahan yang sudah berusia 11 tahun menuju jalur profitabilitas.
Baru dua bulan menjabat, semuanya berubah. Pandemi mulai menyebar ke seluruh Indonesia, dan lebih dari 2.000 karyawan perusahaan beralih kepada Rachmat Kaimuddin untuk mencari jawaban.
“Bagi sebagian besar rekan saya, pandemi Covid-19 mungkin krisis nyata pertama yang harus dihadapi di masa dewasa mereka,” kata Kaimuddin.
Pada usia 42 tahun, ia merasa seperti memiliki rambut abu-abu di antara jajaran pekerja teknologi muda Bukalapak. Tapi ia memiliki lebih banyak pengalaman hidup dan itu memungkinkan dia untuk berbicara dengan otoritas yang lebih besar dan memberi rekan-rekannya harapan baru.
Sebagian besar karyawan Bukalapak belum lahir selama krisis keuangan Asia tahun 1997 yang memuncak tahun 1998. Mereka juga terlalu muda untuk mengingat krisis keuangan global pada tahun 2008.
Kaimuddin, di sisi lain, dengan jelas mengingat keruntuhan Lehman Brothers dan peristiwa lain dari krisis keuangan. Itu terjadi tak lama setelah ia menerima gelar MBA dari Universitas Stanford dan mulai bekerja di sebuah perusahaan ekuitas swasta. Itu adalah waktu yang buruk untuk memulai pekerjaan baru di bidang keuangan.
Namun, hari ini, dia menunjuk pada pengalaman itu dan memberi tahu rekan-rekannya, “Kami telah melihat siklus ini sebelumnya. Terlepas dari seberapa buruknya, selama kami bertahan, ini juga akan berlalu,” kata Kaimuddin.
Rachmat Kaimuddin telah menyaksikan beberapa krisis keuangan, yang mempersiapkannya untuk menavigasi Bukalapak melalui pandemi. Ia juga meletakkan dasar untuk IPO terbesar di Indonesia.
Dan semua orang tahu bahwa Indonesia sangat terpukul oleh pandemi ini. Terlepas dari semua ini, Kaimuddin membawa Bukalapak menuju ke arah yang benar. Pasar online terus beroperasi karena transaksi melonjak selama penguncian.
Lockdown mengharuskan semua orang termasuk karyawan Bukalapak bekerja dari rumah. Kini Bukalapak akan menjadi unicorn teknologi Indonesia pertama yang terdaftar di bursa saham alias melantai.
Mengutip sumber keuangan di Indonesia, Forbes.Com mengabarkan bahwa Bukalapak mengumpulkan 1,5 miliar dolar AS dalam penawaran umum perdana terbesar di Indonesia. Ini setara dengan Rp 21 triliun.
Bukalapak memberi harga sahamnya di atas kisaran indikatifnya, yakni sekitar 6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 87 triliun. Itu akan mulai diperdagangkan pada 6 Agustus 2021.
“Kami sangat terkejut dengan momentum dan tingkat minat dari investor domestik dan internasional,” kata Alvin Sariaatmadja, Presiden Direktur Emtek, pemegang saham terbesar Bukalapak.
Alvin menambahkan bahwa ia berharap perusahaan akan menjadi pemimpin untuk penjualan saham di masa depan oleh perusahaan teknologi lokal lainnya.
Daftar investor Bukalapak, antara lain, termasuk dana kekayaan negara Singapura GIC, Grup Ant China, raksasa teknologi AS Microsoft, bank Standard Chartered, dan portal web Korea Selatan Naver Corporation.
Pendapatan Bukalapak melonjak 25,5% tahun lalu menjadi Rp 1,35 triliun rupiah (93 juta dolar AS). Bersamaan dengan itu, kerugian perusahaan menunjukkan sedikit tanda akan mereda.
Kerugian bersih mencapai 93 juta dolar AS atau Rp 1,37 triliun pada tahun 2020, yang dikaitkan dengan biaya penjualan dan promosi yang signifikan untuk menarik pasar.
Meskipun kerugiannya menyempit 51,7% dari 2019, prospektusnya mengatakan itu mungkin tidak mencapai profitabilitas dalam waktu dekat. Sebab, perusahaan akan memperluas penawaran dan upaya pemasarannya.
Beberapa analis mengatakan penilaian perusahaan terlihat terlalu mahal. “Pangsa pasar Bukalapak di e-commerce Indonesia tidak membenarkan penilaian IPO seperti itu,” kata analis Bloomberg Intelligence Nathan Naidu dan Matthew Kanterman dalam sebuah laporan.
Bukalapak merupakan pemain terbesar ketiga setelah Tokopedia dan Shopee Sea Ltd, berdasarkan data dari peneliti pasar iPrice. Namun, enterprise value-to-forward-GMV (gross merchandise value) Bukalapak memiliki rasio 1,5 kali, atau lebih tinggi dari Tokopedia 0,5 kali.
“Keinginan investor yang besar untuk teknologi Asia Tenggara, di tengah kurangnya alternatif yang terdaftar secara publik, dapat mendukung label harga Bukalapak,” kata analis tersebut. SUMBER: FORBES.COM