Lab 45 Ungkap Kelancaran Mutasi dan Regenerasi di Tubuh TNI
LAB 45 dibawah koordinator Andi Widjojanto, yang ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Gubernur Lemhanas.

Laboratrium 2045 (LAB 45) mengungkapkan kelancaran mutasi dan regenerasi di lingkungan TNI semasa pemerintahan Jokowi.
Yakni sejak periode pertama menjabat tahun 2014 hingga tahun 2022.
Sekadar catatan, LAB 45 adalah lembaga kajian yang antara lain ingin menyelaraskan antara ilmu pengetahuan dan praktik empiris di bidang peramalan strategis.
LAB 45 dibawah koordinator Andi Widjojanto, yang kabarnya ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Gubernur Lemhanas.
Ia menggantikan Letjen TNI (purn) Agus Widjojo yang dilantik menjadi Dubes RI di Filipina.
Adapun analisis Pola Mutasi Perwira Tinggi TNI 2014-2022 dibuat Reine Prihandoko dan Iis Gindarsah.
Selama kepemimpinan Jokowi sudah ada 4 panglima TNI memimpin.
Yakni Jendral TNI Moeldoko (hingga 2015), Jendral TNI Gatot Mormantyo (2015-2017), Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (2017-2021) dan kini Jendral TNI Andika Perkasa (2021 sampai sekarang)
Menurut LAB 45, secara umum, terdapat lima temuan utama dalam mutasi perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Januari 2014 hingga Januari 2022.
Pertama, Marsekal Hadi Tjahjanto paling sering melakukan pergantian personil TNI, baik dari jumlah Surat Keputusan (SKEP) mutasi maupun total perwira tinggi yang dipindahtugaskan. Faktor pendorongnya antara lain adalah masa jabatan terlama dibandingkan para pendahulunya.
Kedua, validasi organisasi TNI dan pembentukan satuan militer baru merupakan faktor kedua yang meningkatkan frekuensi pergantian personel di bawah kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Perubahan organisasional tersebut merupakan konsekuensi dari revisi kedua atas Perpres No. 10/2010 dan pemberlakuan Perpres No. 66/2019 tentang Susunan Organisasi TNI.
Ketiga, tidak ada anomali, baik dari segi asal matra maupun jenis tujuan mutasi perwira tinggi TNI. Namun, proporsi perwira berusia di atas 57 tahun yang memperoleh promosi jabatan semakin meningkat sejak tahun 2018.
Keempat, terdapat tren peningkatan jumlah perwira TNI dengan latar pendidikan terakhir strata-2 dan strata-3 dalam mutasi delapan tahun terakhir.
Kelima, alumni tiga akademi kemiliteran tahun 1988 menguasai banyak posisi kunci di tubuh TNI. Tren ini lumrah karena pada tahun itu, jumlah kelulusan perwira adalah yang terbesar dalam periode 1977-1997.
Namun, regenerasi kepemimpinan sudah mulai tampak di Komando Utama Operasi dan Badan Pelaksana Pusat di Mabes TNI dan Angkatan.
Mutasi Perwira Tinggi dan Perubahan Organisasi TNI Perubahan besar-besaran di tubuh TNI baru terjadi di bawah kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Perkembangan tersebut merupakan wujud pelaksanaan dari revisi kedua atas Perpres No. 10/2010 dan pemberlakuan Perpres No. 66/2019 tentangsusunan organisasi TNI.
Dari 2018 sampai 2021, tercatat sekitar 12,4% mutasi perwira tinggi bertujuan untuk mengisi jabatan struktural dengan nomenklatur baru.
Salah satu contohnya adalah pembentukan tiga Komando Gabungan Wilayah Pertahanan pada tahun 2019.
Setahun sebelumnya, Hadi juga membentuk empat komando militer baru yang bertanggung jawab atas pertahanan di wilayah timur Indonesia, yaitu Divisi 3/Kostrad, Pasukan Marinir III dan Komando Armada III, serta Komando Operasi Angkatan Udara III.
Tak lama setelah dilantik menjadi Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa melanjutkan pekerjaan rumah pendahulunya.
Pada bulan Januari 2022, sekitar 12,2% perwira tinggi dimutasi akibat validasi organisasi dan pembentukan satuan baru. Angka ini termasuk pelantikan
Panglima Komando Armada Republik Indonesia, pengukuhan Komandan Komando Pasukan Gerak Cepat dan Panglima Komando Operasi Udara Nasional.
Walaupun tidak begitu signifikan, Jenderal Gatot Nurmantyo pernah melakukan mutasi personel dalam rangka restrukturisasi organisasi TNI, misalnya, pengangkatan pejabat Komandan Satuan Siber TNI dan Panglima Kodam XIII/Merdeka.
Sebenarnya di masa Jenderal Moeldoko, tercatat satu pembentukan organisasi baru di luar Markas Besar TNI, yaitu Badan Instalasi Strategis Pertahanan di bawah Kementerian Pertahanan.
Mutasi Perwira TNI dan Strata Pendidikan Mereka Dalam pergantian personel dari Januari 2014 sampai Januari 2022, terdapat tren peningkatan jumlah perwira TNI dengan latar pendidikan terakhir strata-2 dan strata-3.
Di masa kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto, 65% perwira tinggi yang dimutasi memegang gelar pascasarjana.
Termasuk di antaranya adalah Jenderal Andika Perkasa (Akmil 1987) yang berhasil memperoleh gelar doktor dari George Washington University, Amerika Serikat.
Pemberian kenaikan kepangkatan juga mengikuti pola yang relatif serupa.
Salah satu contohnya adalah Laksdya Agung Prasetiawan (AAL 1987) yang dipromosikan menjadi Komandan Pusat Hidrografi dan Oseanografi Angkatan Laut; ia baru-baru ini dirotasi menjadi pejabat pertama Panglima Komando Armada Republik Indonesia.
Perwira tinggi termuda dengan gelar doktor adalah Marsda Purwoko Aji Prabowo (AAU 1992) yang pernah diangkat sebagai Panglima Komando Operasi Angkatan Udara III.
Promosi Perwira TNI dan Pola Usia Mereka Secara nominal, perubahan struktur organisasi TNI mendorong lebih banyak pemberian kenaikan pangkat.
Antara tahun 2019 dan 2022, sebanyak 653 perwira berusia di bawah 55 tahun dipromosikan akibat validasi organisasi dan pembentukan komando militer baru. Beberapa di antaranya adalah Mayjen Richard T.H. Tampubulon (eks Komandan Komandan Operasi Khusus TNI, Akmil 1992) dan Marsma Agus Setiawan (Komandan Lanud Adi Sumarmo, AAU 1994)
Akan tetapi, terpantau pula tren kenaikan persentase perwira dengan usia di atas 57 tahun yang memperoleh promosi jabatan selama delapan tahun terakhir.
Pada masa Jenderal Moeldoko dan Jenderal Gatot Nurmantyo, proporsi perwira dengan kategori umur tersebut cenderung stagnan di angka 11% dari total personel yang diberikan kenaikan pangkat.
Tren tersebut mulai mengalami perubahan atau naik ke angka 19% setelah tahun 2017.
Secara kumulatif, ada 155 perwira dengan usia di atas 57 tahun yang memperoleh promosi kepangkatan, baik pada jabatan-jabatan struktural administratif maupun berbagai posisi komando strategis.
Pimpinan Mabes TNI dan Angkatan agaknya perlu mempertimbangkan dampak tren rotasi para perwira yang sudah memasuki masa persiapan pensiun terhadap proses regenerasi kepemimpinan militer.
Mutasi Perwira Tinggi dan Alumni Akademi Kemiliteran Secara kumulatif, lichting 1988 adalah penerima manfaat terbesar dalam mutasi personel sejak Januari 2014.
Tren ini dapat dipahami antara lain karena pada tahun tersebut, terdapat dua kelompok kelulusan perwira dari ketiga akademi kemiliteran.
Total jumlah perwira dari lichting 1988 sebanyak 859 atau terbesar dalam periode  1977-1997.
Alumni Akademi Militer (Akmil), Akademi Angkatan Laut (AAL) dan Akademi Angkatan Udara (AAU) pada tahun 1986 adalah kelompok perwira kedua yang paling banyak terdampak mutasi delapan tahun terakhir.
Kecenderungan ini dimotori oleh Marsekal Hadi Tjahjanto. Selama menjabat sebagai Panglima TNI, tercatat tujuh perwira lichting tersebut pernah menduduki posisi Wakil Kepala Staf Angkatan, yaitu Hinsa Siburian dan Tatang Sulaiman sebagai Wakil KSAD, Yuyu Sutisna, Wieko Syofyan dan Fahru Zaini Isnanto selaku Wakil KSAU, serta Wuspo Lukito dan Mintoro Yulianto sebagai Wakil KSAL.
Kendati demikian, keempat pejabat Panglima TNI masih berupaya mengombinasikan dua pendekatan dalam pengangkatan dan pemberhentian perwira TNI.
Pertama, rotasi atau promosi rekan sekelas ke posisi-posisi kunci untuk tujuan konsolidasi kepemimpinan di Markas Besar (Mabes) TNI.
Kedua, mengangkat perwira-perwira yang lebih muda untuk memimpin Komando Utama Operasi dan Badan Pelaksana Pusat guna regenerasi kepemimpinan militer ke depan.
Mutasi Perwira Tinggi dan Komposisi Kepemimpinan TNI Secara umum, para perwira lulusan tahun 1988 menguasai banyak posisi kunci.
Dari unsur pimpinan di tiga matra, hanya posisi Wakil KSAD saja yang tidak dijabat oleh lichting itu, yaitu Letjen Agus Subiyanto (Akmil 1991).
Sementara itu, unsur pembantu pimpinan di Mabes TNI cenderung didominasi oleh perwira kelulusan periode 1987-1989 seperti Letjen Eko Margiyono (Kepala Staf Umum TNI, Akmil 1989), Laksda Heru Kusmanto (Asrenum Panglima TNI, AAL 1988) dan Mayjen Anjar Wiratma (Asintel Panglima TNI, Akmil 1987).
Meskipun begitu, kepemimpinan di Komando Utama Operasi dan Badan Pelaksana Pusat TNI mulai bergeser ke para perwira yang lebih muda.
Sebanyak 45% dari pejabat petahana komando operasi Angkatan Darat, baik terpusat maupun kewilayahan, dijabat oleh perwira alumni 1990-1993, termasuk Letjen Maruli Simanjuntak (Panglima Kostrad, Akmil 1991) dan Mayjen Kunto Arief Wibowo (Panglima Kodam III/Siliwangi, Akmil 1992).
Pola serupa ditemukan pula pada Komando Utama Operasi di Mabes Angkatan Udara, yaitu Marsda Tedi Rizalihadi (Panglima Koopsud I, AAU 1991), Marsda Minggit Triwibowo (Panglima Koopsud II, AAU 1991), dan Marsda Samsul Rizal (Panglima Koopsud III, AAU 1990).
Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI berjalan cukup normal berkat proses validasi organisasi dan pembentukan komando militer baru.
Walau memerlukan perubahan yang lebih fundamental dalam manajemen personalia, penerbitan tiga Peraturan Presiden terkait restrukturisasi organisasi TNI relatif dapat meredakan risiko-risiko akibat pemberlakuan ketentuan Undang-undang No. 34/2004 terkait usia pensiun perwira.
Lebih Lengkap Simak Artikel-Artikel di LAB 45