Business is booming.

Klitih Kembali Trending, Rencana Hapus Istilah Klitih Jadi Sorotan Netizen

Klitih itu kan artinya jalan-jalan sore, mencari angin, ngobrol-ngobrol. Itu budaya baik

Klitih trending lagi. Klitih trending karena wacana penanganan Klitih dengan menghapus istilah tersebut karena dianggap negatif.

Padahal istilah klitih dianggap positif, dan istilah tersebut seolah menjadi kekhasanan yang tak menguntungkan kota.

Persisnya Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

Menurut kesimpulan pihak kepolisian, hampir semua kasus klitih berawal dari tawuran kelompok remaja.

Ada pun wacana penghapusan istilah klitih dibagikan akun @txtdrpemerintah.

Akun tersebut membagika capture berjudul “Polda dan Pemda DIY Sepakat Hapus Istilah Klitih untuk Berantas Klitih.”

Nah wacana menghapus klitih pun menjadi perdebatan di kalangan netizen.

Berikut cuitan sejumlah netizen tentang Klitih

@ArifLabMed: Semoga setelah keluarga seluruh peserta rapat menjadi korban atau pelaku klitih, maka istilah klitih diubah menjadi narimo ing pandum alias pasrah

@rexsabgs: kita lihat nanti deh pak dengan penggantian istilah klitih ini, ada penanganan baru atau bagaimana, pemerintah ini dapet saran dari psikolog atau ahli semiotik mana ya?. Nyatanya ada yang masih langgeng dengan penggantian istilah, dari terorisme diganti ke KKB, hayoooo.

@sbyfess; -rek melihat kasus di klitih nang jogja, menurutmu kekerasan jalanan nang Suroboyo sek terkendali ora? trus lek iyo, kok iso ya SBY aman tentram ae ora onok kasus ngunu kuwi?

@MenoTimika17: Klitih dulu atasi baru wisata.

Baca Juga:  Daftar Delapan Sertijab Polda Metro Jaya per 21 Agustus 2024

@duwwiimas: Klitih ws ga duwe tepo seliro

@rickyardhian_: deknen ki menggali identitas, jane wong kemayu ki iso po ora dadi klitih (pelaku klitih yang tertangkap).

@armkive: gmn meh berenti geng klitih nek pelaku sempet ngenean.  minimal dicatet lah riwayat kriminal, skck ojo bersih ben ssk susah cari kerja.

@whisperwinx: Polisi gada kerjaan (periksa kasus Dea OnlyFans), kasus klitih padahal banyak

Seperti diketahui Polda DIY meminta istilah klitih tak lagi digunakan untuk menyebut kejahatan jalanan para pelajar yang terus terjadi di Jogja.

Langkah ini dinilai tak substantif.

Usulan penghapusan istilah klitih itu muncul dalam jumpa pers Polda DIY, Selasa (5/4), soal kematian D, pelajar SMA di Kota Yogyakarta yang tewas karena sabetan gir di Gedongkuning, Minggu (3/4).

Direktur Direktorat Reserse Kriminan Umum Polda DIY Kombes Pol, Ade Ary Syam Indradi, menyatakan kejadian itu merupakan tawuran dan tak terjadi secara acak.

“Ada proses ejek-ejekan dua kelompok. Dari analisis kami, korban kejahatan jalanan selama tiga bulan ini tidak acak, bukan sembarangan,” kata dia seperti dilansir Mojok.co.

Berdasarkan kronologinya, rombongan pelaku dan korban sempat berpapasan dan saling adu bising suara sepeda motor. Saat kelompok korban berhenti di warung, kelompok pelaku mengucapkan makian.

Kelompok korban pun mengejar, namun anggota kelompok pelaku rupanya balik arah dan melakukan serangan dengan sabetan gir, hingga menewaskan D yang asal Kebumen, Jawa Tengah.

Ade menyebut peristiwa itu sebagai tawuran dan meminta kata klitih tidak digunakan lagi. Sebab klitih sebenarnya bermakna positif dan sesuai kearifan lokal.

“Klitih itu kan artinya jalan-jalan sore, mencari angin, ngobrol-ngobrol. Itu budaya baik. Kalau kejahatan jalanan dengan kata (klitih) ini konotasinya negatif. Dengan istilah itu, kita sendiri yang membuat suasana tidak baik,” ujarnya.

Setelah jumpa pers tersebut, pertemuan juga digelar di kantor Polda DIY, Sleman, Selasa sore, dan dihadiri pihak Pemda DIY dan sejumlah lurah.

Baca Juga:  Profil Brigjen Pol Budi Widjanarko, Mantan Wakapolda Bengkulu yang Akhirnya Raih Bintang Satu

Dalam pertemuan ini, seperti disampaikan pihak Humas Pemda DIY, berbagai pihak juga menyepakati penghapusan istilah klitih.

Pertemuan itu sepakat bahwa segala bentuk penyerangan di jalanan tak lagi menggunakan istilah ‘klithih’ sebagai terminologi, melainkan kejahatan jalanan.

“‘Klithih’ merupakan bahasa Jawa yang memiliki konotasi yakni mengarah pada kegiatan jalan-jalan sore, mencari suasana dan mengobrol. Sementara penyerangan di jalan raya selalu berkonotasi negatif karena menimbulkan kerugian bagi korban bahkan hingga meninggal dunia,” demikian hasil pertemuan tersebut yang disampaikan pihak Humas Pemda DIY.

Selain menghapus istilah klitih, Pemda DIY juga meminta warga mematuhi kembali jam belajar masyarakat dan mengaktifkan kelompok Jaga Warga yang beranggota 25 orang di tiap padukuhan.

Orang Lain Juga Baca
Komentar
Loading...