Risma Ungkap Banyak Data Bansos Tak Tepat Sasaran
banyak masyarakat yang tidak tahu program bantuan sosial
Mensos Tri Rimsaharini atau Risma ungkap tentang bansos tak tepat sasaran. Ia pun berusaha mengubahnya dengan berbagai strategi.
Mengawal penyaluran bantuan sosial tepat sasaran merupakan suatu keniscayaan agar masyarakat miskin, rentan dan terdampak pandemi Covid-19 bisa merasakan kehadiran Negara di tengah kesulitan hidup mereka.
“Bantuan sosial bukan soal data semata, melainkan mengawal hingga sampai kepada penerima dan merupakan tugas yang tidak mudah sebab banyak masyarakat yang tidak tahu program bantuan tersebut,” ujar Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam Diskusi Sespimti Polri Dikreg ke 30 Tahun 2021 dengan topik, “Strategi Pengelolaan Dana Bantuan Sosial guna Membantu Kebutuhan Hidup Masyarakat dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional pada Masa Pandemi Covid-19,” di Jakarta, Selasa (7/9).
Untuk menjawab persoalan tersebut, Mensos Risma membeberkan empat strategi yang dinilai bisa mengatasi persoalan bantuan sosial, mulai dari proses, penyaluran hingga diterima oleh para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) baik Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Program Sembako.
Pertama, melakukan perbaikan sistem walaupun tidak semua masyarakat melek sehingga perlu menerjunkan tim Kementerian Sosial (Kemensos) ke lapangan untuk mengetahui persis permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.
“Perbaikan sistem itu berat tapi harus dilakukan untuk merubah ke arah yang lebih baik dimulai dari pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), meng-cleansing data ganda, memadankan data dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK),” tandas Mensos.
Namun, dalam upaya perbaikan data penerima bantuan perlu melibatkan peran aktif dari Pemerintah Daerah (Pemda), tetapi masih ada pemda yang tidak aktif dan peduli sehingga berdampak pada tidak akuratnya penerima bantuan di daerahnya.
Bahkan ada pemda tidak melakukan pembaruan data selama 10 tahun maka tidak heran data di lapangan berbeda dengan data Dukcapil karena tidak ada informasi seperti pindah alamat dan domisili, meninggal dan lain sebagainya.
“Pernah suatu ketika saya diprotes masyarakat karena tidak menerima bantuan padahal sebelumnya menerima, setelah ditelusuri ternyata dia pindah alamat dan tidak menginformasikan pada ketua RT/RW setempat,” ungkap Mensos.
Untuk pengawasan penyaluran bansos Kemensos bekerja sama dengan institusi atau lembaga seperti KPK, Kejaksaan Agung, BPK, BPKP, BI, OJK dan Bareskrim Polri dengan harapan tidak ada pihak-pihak yang berniat melakukan penyelewengan bansos.
“Setiap bulan kami rutin menggelar pertemuan dengan institusi dan lembaga itu bertujuan untuk menyelesaikan bersama-sama sebab pikiran banyak orang lebih baik daripada pikiran kami sendiri,” tandas Mensos.
Kedua, untuk mendukung transparansi penerima bantuan agar di setiap kelurahan dipampang data penerima bantuan, misalnya BPNT dan PKH kendati ada item-item komponen yang berbeda untuk anak SD, SMP dan SLTA.
“Juga, kami meluncurkan aplikasi “Usul-Sanggah” dimana masyarakat bisa mengusulkan nama yang berhak menerima bantuan dan juga bisa menyanggah bila ada masyarakat yang sebenarnya tidak berhak,” terang Mensos.
Ketiga, menghidupkan peran pilar-pilar sosial untuk mendukung kemandirian, seperti karang taruna agar bergerak dan ambil bagian dalam kegiatan sosial sebagai wujud kebersamaan dalam kebhinnekaan Indonesia.
“Kita hidupkan kembali dan alhamdulillah saya bangga kepada Karang Taruna DKI mereka telah mampu mengemas paket bantuan masker dan vitamin untuk dibagikan ke seluruh nusantara,” kata Mensos.
Keempat, upaya pembedayaan sosial lainnya yang terus dilakukan Kemensos terhadap KPM guna mendukung kemandirian ekonomi agar lebih produktif dan sejahtera, termasuk di dalamnya bagi para penyandang disabilitas.
“Sebagai contoh di wilayah Asmat Papua, kami ajari mereka “Tangan di Atas” dengan diberikan pelatihan ternak ayam, bantuan perahu, dan usaha koperasi sembako yang dikelola bersama-sama dan sekarang mulai menampakan hasil,” katanya.
Sedangkan, bagi penyandang disabilitas pada awalnya mereka meminta bantuan, tetapi diberikan bantuan untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi, berupa kursi roda elektrik, motor roda tiga dan tongkat penuntun adaptif.
Hapus 52 Juta Data Ganda Bansos
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini trending twitter usai menyatakan telah menghapus data ganda 52 juta orang penerima bansos.
Penghapusan data ganda tersebut diperkirakan menyelamatkan dana pemerintah hingga Rp 10 triliun.
Risma pun mengungkapkan bahwa akar masalah dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) berada pada data yang hampir di setiap Direktorat Jendral (Ditjen) memiliki data program bansos yang berbeda-beda.
Menurut Risma, akar masalah dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) berada pada data yang hampir di setiap Direktorat Jendral (Ditjen) memiliki data program bansos yang berbeda-beda.
Kesimpulan tersebut didapat Risma setelah mengumpulkan hasil audit yang dilaporkan oleh KPK, BPKP, dan BPK langsung ke pihaknya.
Sehingga ditemukan data yang saling berbeda antara Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau bantuan sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST), dan Program Keluarga Harapan (PKH).
“Kemudian yang pertama saya lakukan adalah bagaimana menjadikan data itu menjadi satu dari masing-masing dirjen itu kita jadikan satu. Jadi awalnya data itu ada 4, DTKS sendiri kemudian data bantuan pangan non tunai (BPNT) atau yang warga mengenalnya sembako, kemudian ada data bantuan sosial tunia, kemudian ada data PKH,” kata Risma saat webinar melalui chanel youtube KPK RI, Kamis (19/8).
Dari data yang dipaparkan Risma, terlihat data penerima dari masing-masing bantuan yakni DTKS terdapat 106.092.193, BPNT 19.494.255, BST 10.604.339, dan PKH 56.812.029 yang total seluruhnya berjumlah 193.002.816 jumlah penerima bansos.
“Kemudian setelah kita lakukan Pembenahan, kalau ditotal dari empat item ada 193 juta sekain, nah kemudian salah satu temuan dari KPK bahwa data itu ganda karena tidak padan dengan data kependudukan. Akhirnya kemudian kita padankan dengan data kependudukan,” ucap Risma seperti dilansir Merdeka.com.
Usai dipadankan dengan melakukan penyesuaian berdasarkan Nomor Induk Kependudukan, nama hingga alamat data tersebut berkurang menjadi 155.898.896 jumlah penerima bansos. Pengurangan itu terjadi, karena pada data sebelumnya ditemukan data ganda bagi para penerima bansos.
“Nah kita memetakan sesuai aturan ada yang memang boleh doubel, jadi PKH dengan BPNT itu boleh merangkap aturannya. Namun ada yang tidak boleh seperti BST itu tidak boleh doubel,” ujarnya.
“Lain waktu ada yang ngomong Bu setelah Bu Risma jadi menteri kita tidak dapat bantuan. Kita cek dengan mudah sekarang, memang tidak dapat bantuan sebelumnya. Sekarang ini kita dengan mudah mengecek mengotrol. Seperti kejadian kemarin dia sampaikan tidak menerima bantuan padahal dia punya kartu kita cek dia, ternyata sudah menerima,” lanjutnya.
Lantas, Risma menjelaskan setelah dilakukan perbaikan data pihaknya melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk sepenuhnya menyerahkan perbaikan data penerima bansos, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
“Kita kembalikan kewenangan itu kepada daerah, dan kita minta diperbaiki oleh daerah,” jelasnya.
Profil Singkat Risma
Dr. (H.C.) Ir. Tri Rismaharini, M.T. terkadang ditulis Tri Risma Harini, atau yang akrab disapa Risma (lahir di Kediri, Jawa Timur, 20 November 1961 (umur 59 tahun).
Ia adalah Menteri Sosial Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju yang mulai menjabat sejak 23 Desember 2020.
Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pada 28 September 2010 hingga 28 September 2015 dan 17 Februari 2016 hingga 23 Desember 2020.
Risma adalah wanita pertama yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya sepanjang sejarah.
Risma juga tercatat sebagai wanita pertama yang dipilih langsung menjadi wali kota melalui pemilihan kepala daerah sepanjang sejarah demokrasi Indonesia di era reformasi dan merupakan kepala daerah perempuan pertama di Indonesia yang berulang kali masuk dalam daftar pemimpin terbaik dunia.
Melalui pemilihan langsung, Risma menggantikan Bambang Dwi Hartono yang kemudian menjabat sebagai wakilnya.
Pasangan Risma-Bambang diusung oleh PDI-P dan memenangi pilkada Surabaya 2010 dengan perolehan suara mencapai 358.187 suara atau 38,53 persen dari jumlah suara keseluruhan.
Pasangan ini dilantik pada tanggal 28 September 2010 oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam sidang paripurna DPRD Kota Surabaya.
Namun di tengah masa jabatan, Bambang D. H. mengundurkan diri pada 14 Juni 2013 karena maju sebagai calon Gubernur Jawa Timur pada pilkada Jawa Timur 2013.
Pasca pengunduran diri Bambang, Risma didampingi oleh Whisnu Sakti Buana, putra politisi senior PDI-P / wakil ketua MPR RI periode 1999-2004, Soetjipto Soedjono, yang terpilih secara aklamasi sebagai wakil wali kota Surabaya dalam sidang paripurna DPRD Kota Surabaya pada 8 November 2013 dan resmi dilantik pada tanggal 24 Januari 2014.
Pada Pilkada Serentak 2015, pasangan Risma-Whisnu diusung oleh PDI-P dan terpilih kembali dengan meraih kemenangan mutlak yakni sebesar 893.087 suara atau 86,34 persen dari jumlah suara keseluruhan.
Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana dilantik sebagai wali kota dan wakil wali kota Surabaya untuk masa bakti 2016-2021 pada tanggal 17 Februari 2016 oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo di Gedung Negara Grahadi bersamaan dengan pelantikan 16 bupati/wali kota hasil Pilkada Serentak 2015 di Jawa Timur.
Sebelum menjadi wali kota, Risma menjabat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya (Bappeko) hingga tahun 2010.
Risma meniti karier sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS) Kota Surabaya sejak dekade 1990-an.
Pada tanggal 14 September 2018 dalam Kongres UCLG-ASPAC 2018 (Asosiasi Pemerintah Kota dan Daerah Se-Asia Pasifik) di Surabaya, Tri Rismaharini terpilih secara aklamasi sebagai Presiden UCLG-ASPAC untuk masa bakti 2018-2020 menggantikan Gubernur Provinsi Jeju, Korea Selatan, Won Hee-ryong.
Tri Rismaharini dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Sosial pada tanggal 23 Desember 2020 dalam reshuffle Kabinet Indonesia Maju. Ia menggantikan Juliari Batubara yang tersandung kasus korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19.