Yusril Trending, Ini Profil Ketum PBB yang Sebut MK Tak Terbukti Mahkamah Keluarga
MK sebagai 'Mahkamah Keluarga' ternyata tidak terbukti," kata Yusril
Tagar Yusril trending di media sosial X (Twitter) pada Selasa (17/10/2023), menyusul netizen soroti pernyataan Ketua Umum (Ketum) PBB yang sebut putusan MK (Mahkamah Konstitusi) menolak gugatan uji materi batas usia capres-cawapres 40 tahun tak terbukti Mahkamah Keluarga.
“Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi soal batas usia capres dan cawapres agar diubah menjadi 35 tahun membuktikan MK bukanlah “Mahkamah Keluarga” tulis pemilik akun Twitter @antaranews.
Sontak netizen gaduh menanggapi tagar Yusril yang trending hingga tercatat 1.614 ciutan yang mereka sampaikan.
Seperti pemilik akun Twitter @dedeesetya menulis, “Sebutan Mahkamah keluarga itu karena Jabatan bukan karena keputusan. Mahkamah Keluarga tetap melekat Manis karena Jabatan Masing Masing Anak, Mantu Dan Paman.”
Lalu pemilik akun Twitter @sudiarta324 menulis, “Orang pinter bisa mendadak jd dungu, weleh..weleh..weleh…??”
@dewipus10988973 menulis, “Ybs blm nyimak putusan yg berikutnya….hihihi masak sekelas bang Yusril kalah sama bocil…”
@rafikmbojo menulis, “blunder, yang penting pernah mejabat kepala daerah, syarat umur tak berlaku”
@mas__gentong menulis, “Hahaha halo banh yusril , malah terbukti kuat MK jd mahkamah kelg. Keputusan walikota , bupati bisa jd capres, cawapres walaupun usia di bawah 40 thn. Kptsan ini di tolak 6 hakim, namun tetap di putuskan”
@KhairulFat87870 menulis, “Sklipun sy bkn Kader PBB, tp Merasa Malu Banget mliht sepak terjang & skp politik Yusril Ihza Mahendra. Sngt kental ambisiusnya spy bsa Masuk ke lingkaran kekuasaan. Nampak skli keberpihakn YIM kpd Pihak2 yg melakukan JR. Pdhal beliau Sngt Paham dmpak gugatan tsb thdp demokrsi.”
@DatukBijak menulis, “Yg menyedihkan adalah para politisi senior, seolah2 mereka :
1. Tersandera
2. Kemaruk kekuasaan
Sehingga tidak ada yg berani bersuara dan koreksi atas apa yg dilakukan oleh orang ini..
Sulit sekali saat ini mencari orang yg benar2 memikirkan nasib bangsa dan negara ini”
@lizalinda17 menulis, “Pak ngomong apa sih? Terbukti Mahlamah Keluarga kok.. pustusan berubah demi keponakan..”
@peacefulljourne menulis, “Kasihan ya ni orang di bohongi terus masih mau…”
@avicks_ooy menulis, “Justru sebaliknya, hasil akhirnya kan justru membuktikan premis “Mahkamah Keluarga” terbukti….!!!!”
Profil Yusril Ihza Mahendra
Wikipedia.org menulis, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. (lahir 5 Februari 1956) adalah seorang advokat, akademisi di bidang hukum tata negara, politikus, dan salah seorang tokoh pemikir dan intelektual Indonesia.
Ia pernah bekerja di Sekretariat Negara sebagai penulis pidato Presiden Soeharto dan B.J. Habibie, kemudian menjadi anggota DPR/MPR RI, dan selanjutnya menjabat sebagai Menteri Hukum dan Perundang-Undangan, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan di tingkat internasional, seperti ASEAN, AALCO dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Ia pernah menjadi Ketua Panitia Penyelenggara Konferensi Internasional tentang Tsunami dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika II di Jakarta.
Yusril juga beberapa kali memimpin delegasi Republik Indonesia ke persidangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas dan mensahkan berbagai Konvensi Internasional, antara lain UN Convention on Transnational Organized Crime di Palermo, Italia, dan UN Convention Against Corruption di Markas PBB di New York.
Yusril juga pernah menjadi President dari Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) yang bermarkas di New Delhi, India.
Yusril ditunjuk menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang ketika partai itu berdiri di awal Reformasi pada tanggal 17 Juli 1998. Pada 26 April 2015, ia terpilih kembali sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang di Muktamar IV PBB di Puncak, Jawa Barat.
Ia terpilih untuk sekali lagi secara aklamasi dalam Muktamar V PBB yang diadakan di Tanjung Pandan, Belitung tahun 2020.
Riwayat Hidup
Yusril Ihza Mahendra adalah putra ke 6 dari 11 bersaudara dari pasangan Idris bin Haji Zainal Abidin dan Nursiha Binti Jama Sandon. Keluarga dari pihak ayahnya berasal dari Johor.
Kakek buyutnya, Tengku Haji Mohammad Thaib, merupakan seorang bangsawan Kesultanan Johor di masa lampau. Jejak leluhurnya ada di Pulau Lingga dan Pulau Penyengat di Provinsi Kepulauan Riau sekarang.
Keluarga ayahnya telah menetap di Belitung sejak akhir abad 19. Sedangkan keluarga pihak ibunya berasal dari Aie Tabik, Payakumbuh, Sumatera Barat.
Kakeknya dari pihak ibu, Jama Sandon, seorang keturunan Persia, cucu dari seorang ulama yang oleh masyarakat dikenal dengan nama Datuk Keramat Lais, yang menyebarkan agama Islam di Belitung atas perintah dari Sultan Aceh pada abad 18.
Pada abad ke-19, keluarga neneknya dari pihak ibu pergi merantau dari ranah Minangkabau ke daerah Kampar di Provinsi Riau sekarang, dan akhirnya mereka menetap di Pulau Belitung.
Kakek Yusril dari pihak ayah, Haji Zainal Abidin bin Haji Ahmad dikenal sebagai seorang ulama yang disegani di Pulau Belitung. Sementara ayahnya, Idris bin Haji Zainal juga dikenal sebagai ulama berhaluan moderat, aktivis Partai Masyumi, seniman dan sutradara teater tradisional.
(Sumber: Wikipedia.org)
Yusril sebut MK buktikan bukan “Mahkamah Keluarga”
Pakar hukum tata negara sekaligus Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) agar diubah menjadi 35 tahun membuktikan MK bukanlah ‘Mahkamah Keluarga”.
“Dugaan bahwa Anwar (Ketua MK Anwar Usman), Jokowi, Gibran, dan bahkan Kaesang yang belakangan menjadi ketua PSI sebagai pemohon akan menjadikan MK sebagai ‘Mahkamah Keluarga’ ternyata tidak terbukti,” kata Yusril dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Sebab, kata dia, Ketua MK Anwar Usman yang diduga berkepentingan dengan permohonan uji materi lantaran memiliki pertalian saudara dengan Presiden Jokowi dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka ternyata memiliki pandangan yang sama dengan mayoritas hakim konstitusi lainnya.
“Ketua MK Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang diduga berkepentingan dengan permohonan, ternyata sependapat dengan mayoritas hakim MK,” ujarnya.
Adapun, lanjut dia, dua dari sembilan hakim konstitusi yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah yang justru memberikan pendapat yang berbeda (dissenting opinion). Di mana, Hakim Konstitusi Suhartoyo berpendapat bahwa pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) sehingga MK seharusnya menyatakan tidak berwenang memeriksa pokok perkara.
“Sementara M. Guntur Hamzah berpendapat bahwa permohonan seharusnya dikabulkan sebagian sebagai ‘inkonstitusional bersyarat’ yakni, calon presiden dan wakil presiden dikabulkan berusia 35 tahun dengan syarat pernah menjadi pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat, termasuk kepala daerah,” tuturnya.
Untuk itu, Yusril menilai MK telah memposisikan diri sebagai penjaga konstitusi dan tidak mudah diintervensi oleh pihak manapun lewat putusan-nya yang menolak gugatan uji materi dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut.
“MK akhirnya memutuskan menolak permohonan PSI untuk menurunkan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun. MK berpendapat seluruh dalil-dalil permohonan yang diajukan Pemohon tidak beralasan hukum karena itu tegas menolak permohonan tersebut,” ujar dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang memohon batas usia capres dan cawapres diubah menjadi 35 tahun.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.
Anwar mengatakan bahwa mahkamah berkesimpulan permohonan yang diajukan oleh PSI tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Menurut mahkamah, Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu tidak melanggar hak atas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
Kemudian, tidak pula melanggar hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(Sumber: Antaranews.com)