Ironi Samin Tan, Ditangkap Setelah Buron, Kini Malah Divonis Bebas
Jaksa KPK langsung memutuskan untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Tertangkap setelah buron setahun, Samin Tan, terdakwa korupsi kasus suap dan gratifikasi kepengurusan terminasi kontrak perjanjian karya perusahaan pertambangan batubara (PKP2B) divonis bebas.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam putusannya memandang bahwa Samin Tan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama dan kedua yang diajukan oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis bebas Samin Tan terdakwa kasus gratifikasi kepada anggota DPR dari Partai Golkar Eni Maulani Saragih.
Padahal Eni Maulani Saragih jauh hari menyatakan menerima vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Eni menyatakan tidak akan mengajukan upaya hukum banding.
“Saya ikhlas menerima semua putusan,” ujar Eni kepada majelis hakim seusai pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Eni Maulani Saragih divonis enam tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eni dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 5,087 miliar dan 40.000 dollar Singapura.
Selain itu, majelis hakim mencabut hak Eni untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah Eni selesai menjalani pidana pokok.
Eni terbukti menerima suap Rp 4,750 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Uang tersebut diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Sementara itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang putusan Senin (30/08) siang menyatakan Samin Tan tidak terbukti memberikan gratifikasi kepada Eni, dalam pengurusan terminasi kontrak karya pengusaha petambangan PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian ESDM seperti disangkakan jaksa KPK.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Samin Tan melakukan tindakan pidana korupsi berupa gratifikasi sebesar Rp 5 miliar kepada anggota DPR RI dari Partai Golkar Eni Maulani Saragih.
Menanggapi putusan hakim pihak jaksa KPK langsung memutuskan untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Sementara itu, pihak Samin Tan mengapresiasi putusan hakim yang mempertimbangkan argumentasi terkait belum adanya sanksi pidana bagi pemberi gratifikasi dalam Undang-Undang tindak pidana korupsi.
Buron Setahun
Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan, yang merupakan tersangka kasus dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian ESDM telah ditangkap tim penyidik KPK, Senin.
Ia sebelumnya telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 17 April 2020. Artinya, Tan telah menjadi buronan hampir satu tahun.
Terkait penerbitan DPO, Tan awalnya tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai tersangka sebanyak dua kali.
Pertama, tidak datang dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar atas panggilan KPK untuk hadir pada 2 Maret 2020. Padahal, KPK telah mengirimkan surat panggilan pada 28 Februari 2020.
Kemudian, KPK mengirimkan kembali surat panggilan kedua pada 2 Maret 2020 untuk pemeriksaan pada 5 Maret 2020.
Tersangka dia juga tidak memenuhi panggilan KPK dan mengirimkan surat dengan alasan sakit menyertai surat keterangan dokter. Dalam surat itu dia menyatakan akan hadir pada 9 Maret 2020.
Namun pada 9 Maret 2020, dia kembali meminta penundaan pemeriksaan dengan alasan sakit dan butuh istirahat selama 14 hari dan melampirkan surat keterangan dokter.
Selanjutnya pada 10 Maret 2020, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan atas Tan.
Atas dasar surat itu, KPK mencari dia ke beberapa tempat antara lain dua rumah sakit di Jakarta, apartemen dia di kawasan Jakarta Selatan, dan beberapa hotel di Jakarta Selatan. Namun, saat itu keberadaan Tan belum diketahui.
Sesuai dengan pasal 12 UU Nomor 19/2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30/2002, KPK berwenang meminta bantuan polisi atau instansi lain yang terkait untuk menangkap, menahan, menggeledah, dan menyita dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Atas dasar itu pula, KPK memasukkan Tan ke dalam DPO sejak 17 April 2020.
KPK juga telah mengirimkan surat pada kepala kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia tertanggal 17 April 2020 perihal DPO atas nama Samin Tan.
Profil Samin Tan
Sejak pertengahan Februari lalu, sosok Samin Tan yang mengendalikan perusahaan PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) terus menjadi sorotan.
Mantan mitra usaha Grup Bakrie itu ditetapkan sebagai tersangka suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Samin Tan diduga memberi suap Rp 5 miliar kepada Eni Maulani Saragih yang merupakan eks Wakil Ketua Komisi VII DPR.
Suap itu diduga diberikan agar Eni membantu anak perusahaan milik Samin, PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT), yang sedang bermasalah.
Persoalan yang dimaksud ialah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dan Kementerian ESDM.
Lantas bagaimana sebetulnya kinerja Borneo yang sejak 2018 juga terancam dikeluarkan atau delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI)?
Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan saham BORN sejak 22 Maret 2016 sudah 12 kali disuspensi atau dihentikan sementara perdagangan.
Salah satu alasannya, telat menyampaikan laporan keuangan dan telat membayar denda.
Sejak 2 Juli 2018, saham BORN sampai sekarang masih disuspensi.
Posisi terakhir saham BORN yakni di level Rp 50/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 885 miliar.
Berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, Samin Tan merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia.
Forbes pernah menempatkan sebagai orang terkaya nomor 28 di Indonesia dengan aset sebesar US$ 940 juta.
Forbes juga mengatakan Samin Tan dikenal melalui Borneo Lumbung Energy yang juga pernah membantu menyelamatkan kelompok bisnis Bakrie dengan membeli saham Bumi Plc.
Proses penyelamatan Bumi Plc. dilakukan saat muncul perselisihan kepemilikan yang melibatkan keluarga Bakrie dan pengusaha AS, Nathaniel Rothchild.
Hingga pertengahan Maret 2019 ini, belum ada publikasi laporan keuangan Desember 2019. BORN hanya menyampaikan laporan bulanan soal eksplorasi di Blok telakon.
Blok ini adalah bagian dari proyek pertambangan batu bara AKT yakni Tambang Tuhup dan dibagi menjadi dua blok utama yang disebut Kohong dan Telakon.