Jokowi Presiden Jenius, Profesor Singapura yang Mengulasnya
Jokowi mampu menjaga stabilitas politik, bahkan menyatu dengan lawan politiknya.
residen Jokowi kembali memperoleh pujian. Kali ini dengan sebutan Presiden Jenius.
Dan yang memuji tak tanggung-tanggung, yakni seorang profesor dari Singapura bernama Kishore Mahbubani.
Melalui artikel berjudul The Genius of Jokowi, ia menceritakan capaian Jokowi selama menjadi Presiden Indonesia.
Poin penting yang disampaikan peneliti Singapura itu adalah Jokowi mampu menjaga stabilitas politik, bahkan menyatu dengan lawan politiknya.
Tulisan mahbubani dipublikasikan pada 6 Oktober 2021.
Bahkan Mahbubani sampai menyebut tidak dapat disangkal, Jokowi adalah pemimpin paling efektif.
Ia juga menjabarkan program-program yang dijalankan Jokowi terkait pendidikan, sosial dan infrastruktur.
Di awal tulisannya yang kami kutip dari laman projectsyndicate.org, Kishore Mahbubani menyatakan keberhasilan Presiden Indonesia Joko Widodo layak mendapat pengakuan dan penghargaan yang lebih luas.
“Jokowi” memberikan model pemerintahan yang baik yang dapat dipelajari oleh seluruh dunia. Ia juga menyebut Jokowi memimpin di salah satu dunia yang terkenal paling sulit diperintah di dunia.
Lewat unggahan Twitternya Kishore mengapresiasi kepemimpinan Jokowi atas Indonesia.
“Pemimpin yang dipilih secara demokratis paling efektif di dunia adalah Presiden Jokowi dari Indonesia. Titik!
“Kasus untuk ini tidak dapat disangkal. Namun, luar biasa, hampir tidak ada yang menyadari kepemimpinannya yang luar biasa.”tulis Kishore Mahbubani, Peneliti Asia Research Institute di National University of Singapore dikutip dari unggahan Twitter.
Lebih lanjut Kishore juga menyoroti sepak terjang Jokowi yang berkomitmen dalam hal pembangunan infrastruktur.
“Selama masa kepresidenannya, pemerintah telah mengembangkan rencana berani untuk membangun jalan raya di seluruh Indonesia, dari Aceh di barat hingga Papua di timur.”tulis Kishore dikutip dari Project Syndicate.
Kishore Mahbubani lahir 24 Oktober 1948. Ia adalah mantan diplomat Singapura.
Saat ini ia merupakan dosen Praktik Kebijakan Publik dan Dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy di Universitas Nasional Singapura.
Sejak 1971 tahun 2004, ia bekerja di Kementerian Luar Negeri Singapura sebagai Perwakilan Permanen Singapura untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ia juga menjabat Presiden Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak Januari 2001 sampai Mei 2002.
Mahbubani terkenal di luar Singapura karena bukunya Can Asians Think?, Beyond The Age of Innocence: Rebuilding Trust between America and the World, dan The New Asian Hemisphere: The Irresistible Shift of Global Power to the East.
Artikelnya telah muncul di surat kabar seperti Foreign Affairs, Foreign Policy, Washington Quarterly, Survival, American Interest, National Interest, Time, Newsweek, Financial Times dan New York Times.
Buku terbarunya, Has China Won?, diterbitkan pada tahun 2020.
Dalam The Great Convergence: Asia, the West, and the Logic of One World, Mahbubani menjelaskan bagaimana dunia telah melihat lebih banyak perubahan positif dalam 30 tahun terakhir daripada 300 tahun terakhir.
Dengan meresepkan solusi pragmatis untuk memperbaiki tatanan global – termasuk formula 7-7-7 yang pada akhirnya dapat memecahkan kebuntuan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa – Mahbubani memetakan jalan menjauh dari kontur geopolitik abad kesembilan belas.
Buku tersebut diulas, termasuk di Financial Times, Wall Street Journal dan Washington Post.
The Great Convergence terpilih sebagai salah satu buku Financial Times tahun 2013 dan masuk daftar panjang untuk Penghargaan Lionel Gelber 2014.
Mahbubani juga menulis secara teratur untuk The Straits Times Singapura.
Menjelang peringatan 50 tahun kemerdekaan Singapura, ia memulai serangkaian “ide-ide besar” yang ia harap akan membantu keberhasilan Singapura dalam setengah abad berikutnya.
Mahbubani pertama kali menikah dengan Gretchen Liu,[26] seorang jurnalis dan penulis.
Pernikahan itu berakhir dengan perceraian.
Mahbubani kemudian menikah dengan Anne King Markey.
Ketika Mahbubani pertama kali bertemu Anne, dia adalah bagian dari Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS dan dia menjabat sebagai wakil kepala misi Singapura di Washington, D.C.
Pasangan ini memiliki dua putra dan satu putri.
Mahbubani mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia menikmati jogging sebagai cara untuk bersantai dan menenangkan pikirannya.
Dia juga memiliki kebiasaan menulis sambil mendengarkan musik Mohammed Rafi yang sering diputar ibunya di radio ketika dia masih kecil.
Pada April 2016, Mahbubani menderita sakit dada yang parah saat jogging. Dia kemudian menjalani operasi bypass jantung ganda.