Scarring effect Hantui Pemulihan Ekonomi di Indonesia, Apa itu Scarring effect?
“Scarring effect ini akan menyebabkan peningkatan harga dan inflasi. Ini yang kita harus tangani'

Diperbolehkannya mudik lebaran 2022 sebagai pertanda mobilitas masyarakat dan perekonomian kembali pulih.
Keputusan pemerintah memperbolehkan masyarakat melaksanakan ritual mudik tak lepas dari terkendalinya kasus penularan Covid-19 di Indonesia.
Karena alasan Covid-19 itu pula selama dua tahun, pemerintah melarang mudik.
Yang nekat mudik dua tahun itu dikejar-kejar aparat keamanan, yang kepergok bisa dikarantina di lokasi tak nyaman.
Kini bersamaan dengan penurunan angka covid-19, mobilitas masyarakat dilonggarkan.
Kehidupan ekonomi pun bergerak, bahkan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan bahwa semua indikator perekonomian mulai menunjukkan arah tren positif.
Itu yang menandakan kini Indonesia masuk pada masa pemulihan ekonomi.
Namun demikian, dalam masa pemulihan ada hal yang harus terus diwaspadai supaya pemulihan ekonomi tidak terhambat dan bisa berjalan dengan baik.
Apa itu? Suahasil Nazara dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) Bapenas 2022, Kamis (21/04) mengatakan bahwa salah satu yang harus diwaspadai dalam proses pemulihan ekonomi adalah adanya inflasi karena scarring effect.
“Scarring effect ini adalah bahwa dengan adanya maka permintaan kita menjadi meningkat, namun dunia usaha kita membutuhkan waktu menyiapkan untuk menyiapkan kapasitas produksi yang kembali seperti sebelum pandemi.”
“Scarring effect ini akan menyebabkan peningkatan harga dan inflasi. Ini yang kita harus tangani bagaimana supaya tingkatan harga tidak menjadi terlalu tinggi dan recovery kita tidak terhambat,” jelas Wamenkeu.
Namun demikian, selain inflasi karena scarring effect yang perlu diwaspadai dalam proses pemulihan, tiba-tiba terjadi gejolak geopolitik dengan adanya perang Rusia dengan Ukraina yang juga memengaruhi perekonomian dunia.
Tensi geopolitik ini juga berpengaruh pada inflasi sehingga memengaruhi pemulihan ekonomi dunia termasuk Indonesia.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2022 akan terganggu dengan adanya gejolak global ini.
IMF pun mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang sebelumnya 4,4% diturunkan ke 3,6%.
Selain itu, IMF juga memprediksi kenaikan inflasi dunia 2022 yang sebelumnya berada di kisaran 3,9%, naik menjadi 5,7%.
Hal ini turut memengaruhi proyeksi inflasi di negara berkembang, termasuk di Indonesia yang diproyeksikan juga akan mengalami kenaikan inflasi.
“Geopolitik dunia, kita tidak bisa lepas, namun kita bisa siasati. Bagaimana menyiasati ini, ini tentu yang menjadi pekerjaan rumah dari pemerintah Indonesia,” ujarnya seperti dilansir Situs Kemenkeu.
Menurut Suahasil Nazara, secara ekonomi makro dan kemudian menggunakan APBN perlu diperhitungkan untuk menangani hal tersebut.
“APBN akan menangani pemulihan ekonomi kita dan pada saat yang bersamaan APBN harus fleksibel dan menempatkan dirinya sebagai shock absorber dari apa yang terjadi di seluruh perekonomian dunia ini,” terang Wamenkeu.
Sebelumnya scarring effect merupakan salah satu fokus agenda utama jalur keuangan Presidensi G20 Indonesia untuk memastikan pemulihan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, dan inklusif.
Dalam rangka menyambut Framework Working Group Seminar, Bank Indonesia menyelenggarakan Seminar G20 ‘Addressing Scarring Effect to Secure Future Growth’ dimana Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo memberikan pidato kunci.
“G20 akan memainkan peranan penting untuk mendiskusikan upaya mengatasi masalah scarring effect dengan mengkalibrasi kebijakan meningkatkan produktivitas, promosi investasi, memperkuat pasar tenaga kerja, dan mendukung realokasi modal,” ujar Perry.
Menurut Perry, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara anggota G20 sepakat setidaknya ada empat langkah prioritas untuk mengatasi masalah scaring effect, diantaranya:
Pertama, Mengatasi masalah realokasi tenaga kerja dengan mendukung pengembangan kualitas pekerja dan menangani persoalan pengangguran. G20 juga mendorong perusahaan menata ulang kerangka bisnis, struktur keuangan, dan manajemen.
Kedua, G20 akan mendorong realokasi modal untuk mengatasi masalah stagnasi dari sisi produksi dan operasional, serta mendorong investasi guna meningkatkan produktivitas.
Ketiga, G20 mendorong penguatan sistem kesehatan lewat kesiapsiagaan pandemi berikutnya.
keempat, memanfaatkan teknologi dengan meningkatkan inklusi digital, termasuk meningkatkan literasi digital.
Seminar ini juga mendiskusikan secara terbuka bagaimana scarring effect dan kaitannya dengan peran kebijakan fiskal. Selain itu ada dua sesi diskusi terkait ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan kaitannya dengan produktivitas; serta tentang bagaimana Pemerintah memulihkan sektor-sektor yang terdampak hebat akibat pandemi.
Para panelis yang hadir pada seminar ini diantaranya: Sweta Saxena, Chief Macro Policy & Financing for Development UN ESCAP Bangkok; Dr. Hoe Ee Khor, Chief Economist AMRO; Sangheon Lee, Director Employment Policy Department ILO, Eric Berglof, Chief Economist Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB); Andreas Schleicher, Director for the Directorate of Education and Skills OECD; Serhan Cevik and Gonzalo Salinas, IMF; dan Gian Maria Milesi-Ferretti, Brookings Institution.