Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Sebut Kerusuhan Prancis karen IslamoFobia
Meski Minggu malam jauh lebih tenang, namun pihak berwenang dilaporkan berhati-hati untuk tidak terlalu cepat menyambut kembalinya keadaan normal.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan kerusuhan nasional Prancis pada “rasisme institusional” dan masa lalu kolonial negara itu.
Erdogan telah menggambarkan dirinya sebagai pembela umat Islam dunia sejak memimpin partainya yang berakar Islam untuk berkuasa di Turki dua dekade lalu.
Dia menyalahkan kerusuhan Prancis hari Senin atas “Islamfobia” yang dia kaitkan dengan masa lalu kolonial Prancis.
Islamofobia adalah sebuah fobia atau suatu ketakutan, kebencian atau prasangka terhadap Islam.
“Di negara-negara yang terkenal dengan masa kolonialnya, rasisme budaya telah berubah menjadi rasisme institusional,” katanya di televisi setelah memimpin rapat kabinet mingguan.
“Akar dari peristiwa yang dimulai di Prancis adalah arsitektur sosial yang dibangun oleh mentalitas ini. Sebagian besar imigran yang dikutuk untuk tinggal di ghetto, yang ditindas secara sistematis, adalah Muslim.”
Erdogan juga mengkritik meluasnya penjarahan yang menyertai kerusuhan tersebut. Para pengunjuk rasa, sebagian besar anak di bawah umur, membakar mobil, merusak infrastruktur, dan bentrok dengan polisi dalam kemarahan yang meluap-luap.
Enam hari kerusuhan telah menyebabkan sekitar 20 juta euro ($21,8 juta) kerusakan transportasi umum di wilayah Paris.
“Jalanan tidak bisa digunakan untuk mencari keadilan. Namun, jelas pihak berwenang juga harus belajar dari ledakan sosial tersebut,” kata Erdogan.
Meski Minggu malam jauh lebih tenang, namun pihak berwenang dilaporkan berhati-hati untuk tidak terlalu cepat menyambut kembalinya keadaan normal.
Bus dan trem di wilayah Paris akan kembali dihentikan pada Senin malam.
Just another normal day on the streets of France.#FranceRiots #FranceHasFallen #FranceOnFire pic.twitter.com/cmyy1k4sHe
— Paul Golding (@GoldingBF) July 3, 2023
Lebih dari 150 orang ditangkap pada Minggu malam, dibandingkan dengan lebih dari 700 orang pada malam sebelumnya.
Ada 297 mobil yang dibakar dibandingkan dengan 1.900 pada Kamis (29/6), sementara 34 bangunan rusak atau terbakar dibandingkan dengan lebih dari 500 pada pada Kamis.
Akhir pekan lalu, keluarga Nahel menyerukan agar kekerasan segera diakhiri.
Neneknya menuduh para perusuh menggunakan kematian cucunya sebagai alasan dan mendesak mereka untuk berhenti merusak barang-barang publik.
Kerabat lain menegaskan bahwa pihak keluarga tidak ingin kematian Nahel memicu kerusuhan, namun bersikeras bahwa undang-undang seputar penggunaan kekuatan mematikan saat pemeriksaan lalu lintas harus diubah.
Dia juga mengatakan “hatinya sakit” mendapati kabar penggalangan dana bagi keluarga petugas polisi yang menembak Nahel, yang pada hari Senin telah mengumpulkan lebih dari 1,1 juta euro dan terus bertambah.
Penggalangan dana, yang digagas oleh komentator media sayap kanan, telah menuai kritik dari berbagai pihak.
Namun, platform GoFundMe, menegaskan bahwa tidak ada syarat atau ketentuan yang dilanggar karena penggalangan dana ditujukan untuk pihak keluarga dan hal tersebut tidak dimaksudkan sebagai pembelaan atas dugaan kejahatan.
Adapun penggalangan dana bagi keluarga Nahel diadakan di platform yang berbeda dan telah mengumpulkan 215.000 euro pada Senin sore.
Sementara itu, otoritas regional Prancis mengumumkan langkah-langkah dukungan keuangan bagi bisnis yang dijarah dan perhotelan.
Ada kekhawatiran bahwa serentetan kekerasan memiliki efek jangka panjang pada sektor pariwisata saat Musim Panas dimulai.
Media Prancis Le Point mengutip seorang pejabat pariwisata yang memperkirakan bahwa hingga 25 persen pemesanan hotel di Paris telah dibatalkan.