Wakil Ketua Umum MUI Berharap Kegaduhan Reda Usai Panji Gumilang Menjadi Tersangka
Akibat kegaduhan Al Zaytun ini, Buya Anwar bercerita, dirinya tidak bisa tidur nyenyak.
Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas menanggapi penetapan tersangka terhadap Panji Gumilang (PG), Pendiri Pondok Pesantren Al Zaytun.
PG menjadi tersangka kasus dugaan penistaan agama, pemberitahuan bohong, dan ujaran kebencian.
Buya Anwar Abbas berharap penetapan tersangka PG semoga kegaduhan terkait Al Zaytun segera selesai.
Akibat kegaduhan Al Zaytun ini, Buya Anwar bercerita, dirinya tidak bisa tidur nyenyak.
Bukan karena diganggu istri atau anaknya melainkan karena dihubungi wartawan bahkan sampai jam 11 malam.
“Wartawan kerap mengkontak saya jam 11 malam, jadi mudah-mudahan dengan adanya kejelasan sikap dari Bareskrim Polri masyarakat kembali hidup tentang dan isu yang bergentayangan bisa diselesaikan, ” ujar pria yang juga Ketua PP Muhammadiyah ini.
Di samping berharap kegaduhan segera selesai, dari hati terdalam, Buya Anwar sendiri mengaku sedih dengan tertangkapnya Panji Gumilang.
“Saya sedih, beliau jadi tersangka itu ada sebabnya dan saya sesalkan adalah penyebabnya itu. Mestinya tidak ada penyebab itu sehingga beliau tidak perlu jadi tersangka, ” ujarnya seperti dikutip dari web MUI
“Sebagai muslim saya hanya mendoakan semoga beliau tabah dalam menghadapi masalah ini, itu saja. Mengenai proses hukum, karena kita negara hukum, jadi kita serahkan proses hukum yang nanti berlangsung, ” ungkapnya.
Sebelumnya, Bareskrim POLRI telah menetapkan pimpinan Al Zaytun itu sebagai tersangka kasus penistaan agama. Panji dijerat dengan pasal yang berlapis.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, menyampaikan bahwa Panji Gumilang dijerat Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan/atau Pasal 156a KUHP.
Panji terancam hukuman paling lama 10 tahun penjara.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa fatwa terkait dengan dugaan penodaan agama yang dilakukan pimpinan pondok pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Panji Gumilang sudah di tahap final.
Ikhsan mengatakan bahwa fatwa ini merupakan sebagai salah satu landasan agar penyidik dapat menentukan langkah hukum lanjutan terhadap Panji Gumilang.
Dugaan penodaan agama yang dilakukan Panji Gumilang, kata Ikhsan, perlu menjadi perhatian khusus agar tak terjadi ketersesatan terhadap umat Islam.
“Bahwa umat itu atau siapapun tidak boleh melakukan ucapan atau ujaran yang kemudian mengganggu forum intermum dari sebuah umat Islam yang besar yang bermazhab,” katanya.
Panji Gumilang menjadi tersangka kasus dugaan penistaan agama, pemberitahuan bohong, dan ujaran kebencian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Panji Gumilang juga memiliki indikasi empat pelanggaran pidana.
Kali ini berdasarkan penyidik Bareskrim dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Yakni empat pelanggaran tindak pidana terkait yayasan, tindak pidana penggelapan, tindak pidana korupsi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), hingga tindak pidana terkait pengelolaan zakat.
Berdasarkan penelusuran PPATK, Panji Gumilang memiliki total transaksi sekitar Rp 15 triliun lebih dari 2007 hingga sekarang.
Panji Gumilang sendiri memiliki 256 rekening yang terdiri atas rekening tabungan, deposito, serta rekening pinjaman.
Adapun Pondok Pesantren Al Zaytun memiliki 33 rekening dari periode 2011 hingga sekarang.
Adapun penetapan tersangka terhadap Panji Gumilang dilakukan atas adanya sejumlah barang bukti.
Setidaknya ada tiga alat bukti serta satu surat yang memperkuat keputusan gelar perkara sebagaimana dijelaskan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro
Djuhandhani mengatakan, alat bukti itu terdiri dari alat bukti elektronik, keterangan saksi, maupun keterangan ahli.
Sementara itu, surat yang dimaksudkan sebagai alat bukti di antaranya Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI).
Secara total, penyidik telah memeriksa sekitar 40 saksi dan 17 ahli dalam perkara ini.
Para ahli yang dilibatkan dalam kasus ini juga mencakup ahli pidana, ahli bahasa, ahli sosiologi, ahli agama dari unsur Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia ( MUI), Nahdlatul Ulama (NU) hingga Muhammadiyah.