Aneh, Ada Pejabat Negara LHKPN Nya Minus Rp 1,759 Triliun
Sebanyak 95 persen LHKPN yang diserahkan kepada KPK, tidak akurat.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyatakan melakukan analisis harta terendah serta harta tertinggi dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang telah diserahkan.
Salahsatu yang dianalisis adalah LHKPN dari para anggota DPR.
Ia menyebutkan rata-rata kekayaan anggota DPR/MPR adalah Rp 23,43 milyar.
Hal tersebut disampaikan Pahala Nainggolan dalam webinar berjudul “Apa Susahnya Lapor LHKPN, Tepat Waktu dan Akurat” Selasa (7/9/2021), seperti dikutip ANTARA.
Dia menyebut harta tertinggi yang dimiliki anggota DPR adalah sejumlah Rp 78,776 milyar. Sementara Harta terendah Rp 47,681 juta.
KPK Juga menganalisis rata-rata kekayaan anggota DPRD tingkat kabupaten/kota.
Rata-rata kekayaan mereka adalah Rp 14,065 milyar.
Kekayaan tertinggi anggota DPRD ada yang mencapai Rp 3 triliun. Sementara kekayaan terendah minus Rp 778,195 milyar.
Bagaimana dengan kekayaan para wajib lapor di Badan Usaha Milik Negara (BUMN)?
Menurut KPK rata-rata kekayaan wajib lapor dari BUMN adalah Rp3,687 miliar.
Kekayaan tertinggi mencapai Rp2 triliun dan terendah minus Rp280,861 miliar
Sedangkan rata-rata kekayaan penyelenggara negara dari kementerian/lembaga adalah sebesar Rp1,519 miliar, dengan harta tertinggi Rp8,743 triliun dan terendah minus Rp1,759 triliun
“Umumnya yang kekayaannya tinggi adalah bekas pengusaha yang masuk ke dalam pemerintahan, tapi pada saat yang sama ada yang melaporkan minus Rp1,759 triliun. Pengusaha biasanya isi harga sahamnya saja, bukan perusahaannya jadi kemungkinan di lapangan berbeda,” kata Pahala pula.
Pahala juga menyebut keanehan pelaporan harta penyelenggara negara yang menyebut hartanya minus Rp1,759 triliun.
Dia juga menegaskan bahwa LHKPN yang nilainya besar bukanlah dosa, dan adanya kenaikan harta juga belum tentu menunjukkan perilaku korup.
95 Persen LHKPN Tak Akurat
Pahala Nainggolan dalam webinar tersebut juga menyebut sebanyak 95 persen LHKPN yang diserahkan kepada KPK, tidak akurat. Hal ini berdasarkan pemeriksaan KPK terhadap sebanyak 1665 LHKPN, sejak 2018 – 2020.
“Sejak 2018-2020, kami diminta memeriksa 1.665 LHKPN sejak 2018-2020 oleh teman-teman Kedeputian Penindakan. Pemeriksaan ini untuk ‘pro justicia’ dan ternyata 95 persen yang kami periksa detail memang isinya tidak akurat,” katanya.
Sebelumnya dalam kata sambutan, Ketua KPK Firly Bahuri menyebut dari 569 wajib lapor, sebanyak 239 anggota DPR belum menyerahkan LHKPN. Hal itu merupakan data per 6 September 2021.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyatakan 95 persen LHKPN yang diserahkan para pejabat, tidak akurat.
Hal ini berdasarkan pemeriksaan KPK terhadap sebanyak 1.665 LHKPN, sejak 2018 – 2020.
“Sejak 2018-2020, kami diminta memeriksa 1.665 LHKPN sejak 2018-2020 oleh teman-teman Kedeputian Penindakan. Pemeriksaan ini untuk ‘pro justicia’ dan ternyata 95 persen yang kami periksa detail memang isinya tidak akurat,” kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Selasa (7/9/2021) dalam diskusi bertema “Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat, ” sebagaimana dikutip Antara.
Pahala menyatakan KPK memiliki sistem untuk mengecek akurasi laporan kekayaan yang diserahkan pejabat penyelanggara negara . Sistem tersebut berhubungan dengan perbankan, asuransi, hingga otoritas jasa keuangan.
Dia menjelaskan jika KPK memasukan nama seorang pejabat dalam sistem, akan muncul informasi mengenai kepemilikan rekening, asuransi, juga mengenai bursa pejabat beserta keluarganya.
“Ini semua dengan sistem elektronik, jadi bisa dicek dengan cepat, tentu semua dijaga kerahasiaannya,” ujarnya.
Bahkan, kata Pahala, KPK bekerjasama dengan BPN untuk mengecek sertifikat tanah dan bekerja sama dengan Samsat Kepolisian untuk mengecek kepemilikan kendaraan.
Menurut Pahala dari hasil analisis tim pencegahan KPK, sebanyak 95 persen dari 1.665 LHKPN tidak melapor dengan lengkap tanah, bangunan, rekening bank maupun investasi lain.
“Dari 95 persen ini, selain tidak akurat melaporkan, juga melaporkan penghasilan yang agak aneh dibanding transaksi banknya, jadi 15 persen dari 95 persen menunjukkan profil yang tidak fit dengan data keuangan,” kata Pahala.
Sejak 2021, KPK memutuskan tidak lagi menerima LHKPN yang laporannya tidak lengkap.
“Yang tidak lengkap itu adalah bila nilainya tidak benar atau lampiran tidak lengkap atau surat kuasa anak, istri dan yang bersangkutan tidak ada, maka kami tidak diterima. Era sekadar menyampaikan sudah selesai, sekarang mulai ke akurasi, tidak boleh LHKPN diisi seenaknya,” ujar Pahala.