Profil Cak Nun atau Mbak Nun, Usia 70 Tahun, Dirawat di RS Sardjito karena Pendarahan Otak
Melalui kabar terbaru akun @caknundotcom Jumat (7/7/2023) pukul 12.58 WIB, diketahui bahwa kondisi Mbah Nun kini “Kondisi Terkini Mbah Nun, Alhamdulillah,” tulisnya.
Cak Nun trending. Pemilik nama lengkap Emha Ainun Nadjib kini sedang berbaring di RS Dr. Sardjito Yogyakarta akibat pendarahan otak.
Sejumlah pihak kini mendoakan kesembuhannya, kondisi Cak Nun sendiri yang belakangan dipanggil Mbah Nun mulai membaik.
Melalui kabar terbaru akun @caknundotcom Jumat (7/7/2023) pukul 12.58 WIB, diketahui bahwa kondisi Mbah Nun kini “Kondisi Terkini Mbah Nun, Alhamdulillah,” tulisnya.
Assalamualaikum wr. wb.
Teman-teman yang kami hormati, alhamdulillah proses recovery Mbah Nun berjalan terus dengan baik. Kondisi beliau stabil, demikian pula kesadaran beliau baik dan stabil.
Mohon terus kita alirkan doa untuk beliau. Semoga perkembangan beliau semakin terus membaik.
Terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
Yogyakarta, Jumat, 7 Juli 2023
Sehari sebelumnya @caknundotcom menulis bahwa Mbah Nun sedang istirahat di rumah sakit. Mohon doa dari teman-teman semua agar Mbah Nun segera bisa selesai dari istirahatnya.
Profil Cak Nun atau Mbah Nun
Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun atau Mbah Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 70 tahun).
Ia adalah seorang tokoh intelektual Muslim Indonesia.
Ragam dan cakupan tema pemikiran, ilmu, dan kegiatan Cak Nun sangat luas, seperti dalam bidang sastra, teater, tafsir, tasawwuf, musik, filsafat, pendidikan, kesehatan, Islam, dan lain-lain.
Selain penulis, ia juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, cendekiawan, ilmuwan, sastrawan, aktivis-pekerja sosial, pemikir, dan kyai. Banyak orang mengatakan Cak Nun adalah manusia multi-dimensi.
Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya, yang kemudian celetukannya diadopsi oleh Soeharto berbunyi “Ora dadi presiden ora pathèken” (arti dalam bahasa Indonesia adalah “tidak jadi presiden tidak apa-apa”).
Setelah Reformasi 1998, Cak Nun bersama Gamelan KiaiKanjeng memfokuskan berkegiatan bersama masyarakat di pelosok Indonesia.
Aktivitasnya berjalan terus dengan menginisiasi Masyarakat Maiyah, yang berkembang di seluruh negeri hingga mancanegara.
Cak Nun bersama KiaiKanjeng dan Masyarakat Maiyah mengajak untuk membuka yang sebelumnya belum pernah dibuka.
Memandang, merumuskan dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan dipergunakan.
Dalam pandangan akademisi Barat, pemikiran dan kegiatan ini bisa dimasukkan dalam perjuangan decoloniality.
Cak Nun merupakan anak keempat dari 15 bersaudara.
Lahir dari pasangan Muhammad Abdul Latief dan Chalimah. Ayahnya adalah petani dan tokoh agama (kyai) yang sangat dihormati masyarakat Desa Menturo, Sumobito, Jombang
Juga seorang pemimpin masyarakat yang menjadi tempat bertanya dan mengadu tentang masalah yang masyarakat hadapi.
Begitu juga ibunya menjadi panutan warga yang memberikan rasa aman dan banyak membantu masyarakat.
Dalam ingatan Cak Nun, ketika ia kecil sering diajak ibunya mengunjungi para tetangga, menanyakan keadaan mereka.
Apakah mereka bisa makan dan menyekolahkan anak. Pengalaman ini membentuk kesadaran dan sikap sosialnya yang didasarkan nilai-nilai Islam.
Bahwa menolong sesama manusia dari kemiskinan dan membuat mereka mampu berfungsi sebagai manusia seutuhnya, merupakan kunci dalam Islam.
Kakak tertuanya, yaitu Ahmad Fuad Effendi, adalah anggota Dewan Pembina King Abdullah bin Abdul Aziz International Center For Arabic Language (KAICAL) Saudi Arabia selama dua periode (2013-2019).
Paman Cak Nun, adik ayahnya, yaitu almarhum K.H. Hasyim Latief, seorang pendiri Pertanu (Persatuan Tani dan Nelayan NU), ketua PWNU Jawa Timur, wakil Ketua PBNU, wakil Rais Syuriah PBNU, dan Mustasyar PBNU yang mendirikan Yayasan Pendidikan Maarif (YPM) di Sepanjang, Sidoarjo.
Dari garis ayah, Cak Nun bersaudara dengan aktivis masyarakat miskin kota Wardah Hafidz dan eks wakil bupati Jombang Ali Fikri yang masih sepupu ayah Cak Nun.
Dari garis ayahnya ini, kakek buyut Cak Nun, yaitu Kyai Imam Zahid, adalah murid Syaikhona Kholil Bangkalan bersama dengan K.H. Hasyim Asyari, K.H. Ahmad Dahlan, dan K.H. Romly Tamim.