Profil Ade Armando, Trending Lagi, Tegas Membela Polisi Kasus Kanjuruhan
“Saya memang bela polisi. Yang saya anggap biang masalah adalah sebagian aremania"
Ade Armando muncu lagi dan trending. Dia trending apalagi?
Kali ini sikapnya tentang tragedi kerusuhan suporter Arema yang menewaskan 125 orang di Stasdion Kanjuruhan,
Video Ade soal kasus Kanjuruhn ditayangkan akun youtube CokroTV.
Judul video tersebut adalah Ade Armando: KOK POLISI YANG DISALAHKAN DALAM TRAGEDI KANJURUHAN? Logika Ade Armando
Ya dalam tayangan youtube sepanjang hampir 9 menit, Ade menyampaikan logikanya bahwa polisi tak bersalah dalam kasus itu.
Hal itu seolah Ade Armando mencoba meluruskan narasi yang berkembang bahwa polisi menjadi penyebab kematian para suporter.
Menurut Ade, polisi tidak represif dan bekerja profesional dalam kasus kerusuhan suporter di Kanjuruhan.
Jika pun terjadi penumpukan di pintu keluar saat kepanikan terjadi itu karena panitia terlambat membukanya.
Yang menjadi masalah sebagian suporer Arema yang petentengan dan menimbulkan masalah.
“Saya memang bela polisi. Yang saya anggap biang masalah adalah sebagian aremania yg nyerbu lapangan dan bikin kondisi kacau,” ungkap Ade Armando dalam pernyataannya di Grup WA.
Ade pun membeberkan fakta bahwa polisi telah meminta jadwal pertandingan dimajukan tidak malam hari.
Ternyata panitia dengan dukungan pihak televisi yang menyiarkan mengabaikan permintaan kepolisian tersebut.
Alasannya diduga karena tayangan pukul 20.00 WIB adalah jam tayang yang disukai pemasang iklan atau prime time.
Panpel pertandingan Arema vs Persebaya diduga juga menjual tiket melebihi kapasitas stadion Kanjuruhan.
Saat pertandingan terjadi, semua berlangsung aman. Arema kalah 2-3.
Nah setelah pertandingan keributan dimulai, Arema yang tak pernah kalah dikandang kali ini keok dan itu mengecewakan.
Hingga kini pemerintah membentuk tim gabungan untuk mengusut kasus kerusuhan tersebut.
Profil Ade Armando
Dirangkum dari wikipedia, Dr. Ade Armando, M.S. lahir 24 September 1961.
Ia adalah seorang pegiat media sosial dan akademikus berkebangsaan Indonesia.
Ia mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI).
Ia pernah menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (2004–2007), Ketua Program S-1 Ilmu Komunikasi FISIP UI (2001–2003), dan Direktur Pengembangan Program Pelatihan Jurnalistik Televisi Internews (2001–2002).
Ade Armando lahir dari keluarga perantau Minangkabau pasangan Mayor Jus Gani dan Juniar Gani. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara.
Ayahnya adalah seorang diplomat yang terpaksa harus turun setelah terkena dampak runtuhnya pemerintahan Soekarno.
Jus Gani pernah menjadi atase di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Maroko dan Filipina.
Setelah dipecat dari militer, ia merantau membawa keluarganya ke Malaysia untuk berdagang.
Di sana, Ade Armando sempat dipermalukan oleh seorang guru keturunan Cina di depan teman-temannya karena tidak lancar berbahasa Inggris.
Hal itu memacunya untuk belajar hingga bisa berbahasa Inggris dengan lancar.
Pada 1968, keluarganya kembali ke Indonesia dan menetap di Bandung dalam keadaan pailit.
Ade Armando mengenyam pendidikan di SD Banjarsari I Bandung (tamat 1973), SMP Negeri 2 Bogor (tamat 1976), dan SMA Negeri 2 Bogor (tamat 1980).
Ia menderita kerusakan mata rabun jauh dan saat SMP kerusakannya mencapai minus enam.
Sesuai saran ayahnya, setamat SMA ia mendaftar kuliah di FISIP UI untuk menjadi diplomat.
Namun, karena nilai mata kuliah ilmu pengantar politiknya rendah, ia pindah ke jurusan ilmu komunikasi.
Di kampus, ia aktif dalam pers mahasiswa di Warta UI.
Ia mengaku berjualan rempeyek di kampus untuk menutupi uang kuliahnya.
Ia belajar menjadi wartawan dari Rosihan Anwar dan Masmimar Mangiang.[butuh rujukan] Ia lulus sarjana komunikasi dan meraih gelar doktorandus pada 1988.
Ade meraih gelar master of science dalam population studies dari Universitas Negeri Florida pada 1991.
Selanjutnya, ia meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia pada 2006.
Ade Armando menjadi dosen tetap pegawai negeri sipil FISIP UI sejak Maret 1990.
Ia pernah menjadi wartawan majalah Prisma (1988–1989) dan Redaktur Penerbit Buku LP3ES (1991–1993).
Pada 1993, Ade menjadi redaktur Republika, surat kabar Islam, sesuai obsesinya. Karena tekanan politik Orde Baru, ia lantas keluar dari koran itu.
Selanjutnya, ia beralih menjadi peneliti dan Manajer Riset Media Tylor Nelson Sofres pada 1998–1999.
Ia diajak bergabung oleh Marwah Daud Ibrahim menjadi Direktur Media Watch & Consumer Center pada 2000–2001 yang dianggapnya independen dan tidak memihak Habibie.
Demonstrasi 11 April 2022
Ade Armando ikut dalam demonstrasi mahasiswa menolak wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi pada 11 April 2022 di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Dilaporkan, ia mengalami penganiayaan oleh sesama peserta demonstrasi.
Saat kejadian, Belmondo Scorpio adalah salah satu peserta yang mecegah terjadinya persekusi.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan CNN Indonesia, Ade mengaku tidak ikut serta dalam unjuk rasa, tetapi mendukung aspirasi mahasiswa.
Ia menilai penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tidak etis.
Akibat dari aksi pengayiayaan ini, enam orang ditetapkan sebagai tersangka yakni Komar, Marcos Ismail, Fikri Hidayatullah, Abdul Latip, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja.
Berkas perkara tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada 25 Mei 2022.